Silahkan Log In

Please enter your username and password to enter your Blogger Dasboard page!


Widget edited by Anang

Selasa, 18 Agustus 2009

CERPEN Nii...

CATATAN KECIL BOCAH PEMULUNG

Siang hari, kala itu aku melihat untuk terakhir kalinya mata sendu bapak berair. Bukan karena menangisi keadaannya yang begitu tak berdaya dengan umurnya yang tak lagi muda. Dan juga bukan karena menangisi tubuhnya yang hampir seluruhnya tidak bisa digerakkan lagi. Namun, bapak menangis melihat betapa teganya bapak membiarkan kami sendiri nanti. Ibu, aku, kakak dan adikku sungguh tak punya bekal apa-apa. Dan hingga saat ini, bapak belum bisa berbuat banyak, yang bisa merubah keadaan kami untuk menjadi lebih baik. Setidaknya, bapak tidak lagi membiarkan kami tidur dengan setumpuk sampah.Hari-hari kami lalui dengan begitu berat. Kami sekeluarga berprofesi sebagai PEMULUNG. Namun, untuk hiburan, kami sering memberi julukan, bahwa bapak sebagai Direktur, Ibu sebagai Manajer dan kami anak-anaknya sebagai staff. Tapi, julukan-julukan itu kami tambahi dengan kata SAMPAH. Jadi bapak sebagai Direktur sampah, ibu sebagai Manajer sampah, dan kami anaknya sebagai para staff sampah. Hhh… aku senyum-senyum sendiri jika mengingatnya. Namun, ada satu yang tidak pernah bisa membuatku tersenyum. Aku tak punya teman. Tidak ada yang mau berteman, bahkan mendekatpun tidak. Kenapa? Ada yang salah? Aku selalu melihat, orang-orang itu menatapku dengan jijik. Mereka menganggap aku sama seperti gendongan yang selalu aku bawa, yaitu sampah! Aku tak habis pikir, pernahkah mereka berpikir, seandainya aku adalah mereka? dengan kata lain, mereka seperti aku? Hei, dengarkanlah! Dunia ini seperti roda, ia berputar. Kadang diatas dan kadang dibawah. Aku bersumpah, aku akan menjadi seperti kalian. Setidaknya jauh lebih baik. Bukan hanya materi, tetapi hati!
Aku pegang erat tangan bapak, mencoba menguatkannya. Ibu masih setia menunggui bapak, lantunan ayat-ayat suci tiada hentinya mengalir dari mulut ibu. Adikku tampak tidak letih sama sekali, ia terus memijati kaki bapak. Sedangkan, kakak sulungku… ah..!! entah mengapa, malas sekali aku membicarakannya. Tidak penting untuk menjadikannya sebagai topic utama siang ini.
Tiba-tiba, aku merasakan tangan bapak mulai dingin. Dadaku bergetar. Ibu menuntun bapak bersyahadat. Beberapa saat, aku lihat sudut mata bapak kembali berair. Namun, matanya kini terpejam. Innalillahi Wainnailaihi Roji’un. Kalimat itu menggema dirumah kami. Entah sudah berapa tetes air mata yang tumpah. Ibu nampaknya sudah begitu rela melepas bapak.
Ya allah, apa yang akan engkau berikan kepada diriku? Kejutan apa? Kenapa perjalanan untuk mencapai itu terasa begitu berat??? Engkau mengambil bapak, padahal beliau belum sempat mengajari aku bagaimana hidup dan bagaimana caranya untuk hidup. Tak ada bekal, bahkan temanpun aku tak punya. Bagaimana aku bisa meneruskan perjalanan ini? Membawa Ibu, kakak dan adikku ke derajat yang lebih baik. Tidak hanya sekedar Manajer ataupun staff sampah.
Ada yang salah denganku? Ya allah, niat aku begitu tulus.. hanya ingin membahagiakan mereka. Sungguh aku tak ingin membentuk bahkan melukiskan gurat kesedihan di wajah mereka. Dan aku sungguh tak tega melihatnya. Aku malu, karena tidak bisa membuat mereka tersenyum bangga.
Allah,, Rab-ku, Ingin sekali aku melihat mereka meneteskan air mata kebahagiaan,, bukan kesedihan.. bantu aku.. AKU INGIN SUKSES!
Secercah cahaya yang membuat semangat itu timbul. Yaa.. aku mau sekolah! Aku ingin MENUNTUT ILMU. Bantu aku.. bimbing aku.. berilah kemudahan dalam setiap perjalananku. Jangan biarkan semangat ini pudar ya allah..
Allah-ku yang maha menentukan. Aku yakin atas semua ketentuanmu. Aku akan tunjukan pada dunia, bahwa aku seorang pemulung, bisa lebih baik dari mereka.
AKU INGIN SUKSES… YA ALLAH!!

By : Xena
Selengkapnya...

Jumat, 14 Agustus 2009

Ramadhan nan Penuh Cinta

eramuslim - Merindu haru hati ini menanti saat kedatangannya, hingga tak kuasa menahan setiap tetesan air kesyukuran yang memancarkan kebahagiaan tak terlukiskan saat ianya tiba malam tadi. Segala puji bagi Allah yang telah berkenan kembali mempertemukan kita dengan bulan bertabur cinta. Cinta yang ditawarkan Allah kepada segenap makhluk di bulan Ramadhan selayaknya kita sambut dengan suka cita, seraya berharap kelak kita menjadi bagian dari golongan yang mendapatkan cinta-Nya.
Detik-detik menjelang satu ramadhan, ungkapan cinta bertaburan di seantero dunia menyambut hangat ramadhan ditandai dengan jalinan silaturahim melalui surat, telepon, SMS, email, atau bahkan rangkaian acara-acara khusus menyambut tamu agung ini. Cinta yang diberikan-Nya bukanlah sesuatu yang abstrak, setidaknya dengan ramadhan, mereka yang terbiasa sibuk sedemikian rupa sedikit mempercepat aktifitasnya agar segera tiba di rumah untuk menikmati berbuka bersama keluarga. Juga yang biasanya tak sempat untuk sarapan bersama, Allah memfasilitasinya saat makan sahur. Bukankah yang demikian dapat kembali menyuburkan cinta dan menghangatkan keharmonisan keluarga?
Kata Rasul, saling mencintai dan berkasih sayanglah kepada sesama yang di bumi, maka seluruh yang di langit akan mencintai dan mengasihimu. Cinta sosial, Allah berikan juga kesempatan manusia untuk mengaplikasikannya saat-saat bersama melakukan shalat tarawih berjama’ah, saling menghantarkan makanan berbuka kepada tetangga, juga tak lupa memberi sedekah dan hidangan berbuka kepada pengemis, fakir miskin dan anak yatim-piatu. Bahkan menjelang hari akhir ramadhan, wujud cinta juga terealisasi dengan mengeluarkan sebagian harta kita untuk zakat guna melengkapi proses pembersihan diri menuju kesucian.
Infaq, sedekah, dan zakat yang kita keluarkan, adalah bukti cinta kita kepada Allah sekaligus menegaskan bahwa kita tak termasuk orang-orang yang cinta harta dunia dan sadar akan adanya sebagian hak orang lain dari apa-apa yang kita miliki. Adakah yang cintanya sebesar sahabat Abu Bakar Shiddik yang mengeluarkan seluruh hartanya di jalan Allah hingga Rasul-pun bertanya apa yang tersisa untuknya. “Allah dan rasul-Nya, cukuplah bagiku” jawab Abu Bakar. Dan tentu saja, perlulah diri ini belajar dari Ibrahim alaihi salam dan keluarganya tentang hakikat dan bentuk cinta kepada Allah. Hal yang tidak kalah menakjubkan juga ditunjukkan Rasulullah kepada seorang anak yatim yang bersedih di hari raya. Ia menjadikan dirinya ayah, dan Fatimah saudara perempuan anak yatim tersebut seraya membahagiakannya saat hari bahagia, Idul Fitri.
Malam-malam ramadhan, adalah saat terbaik kita bercengkerama dan bermesraan dengan Allah melalui tilawah dan tadarrus qur’an, tahajjud serta munajat kepada-Nya. Hati yang terpaut cinta, seperti enggan menuju pembaringan. Inginnya menghabiskan malam-malam ramadhan dengan tangis penyesalan atas khilaf dan dosa, atas segala alpa, juga lalai. Sadar akan semua nikmat yang Allah berikan tanpa pernah alpa, tanpa pernah pula khilaf, salah dan lalai. Dia senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada hamba-hamba-Nya, namun kita membayarnya dengan cinta yang semu, cinta yang terkadang hanya terucap di lidah tanpa wujud yang nyata. Astaghfirullaah …
Jika hati ini sedemikian rindunya menanti kedatangan bulan penuh rahmat dan maghfirah ini, tentulah, selayaknya orang saling mencinta, akan ada tangis jika kekasihnya pergi. Tetesan air mata yang akan mengalir nanti, takkan terhitung betapa derasnya membayangkan kemungkinan bertemunya kembali kita dengan ramadhan nan penuh cinta ini.
Saat hari fitri tiba, pantaslah ada keceriaan bagi mereka yang mendapatkan kemenangan melewati masa-masa ujian selama ramadhan, dengan satu harap menjadikan taqwa sebagai hasil akhir ramadhan. Namun tentu saja, sambil menghitung-hitung betapa menyesalnya kita tak memanfaatkan ramadhan yang telah lalu dengan amal sebaik-baiknya, dengan ibadah yang bernilai, hingga tangis ini akan semakin keras berteriak dalam hati. Satu tanya bergelayut “Akankah kita kan sampai di ramadhan tahun depan?” Maka, hati pun berdo’a penuh harap, “berilah hamba kesempatan”. Wallaahu a’lam bishshowaab (Bayu Gautama)
Selengkapnya...

Mencintai itu keputusan

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata, "Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang akan kamu temui disini. " Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.Sebab cinta adalah kata lain dari memberi…
sebab memberi adalah pekerjaan…
sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat…
sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama…
sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh…
maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia akan mengatakan, "Aku mencintaimu." Kepada siapa pun! Sebab itu adalah keputusan besar.
Ada taruhan kepribadian disitu."Aku mencintaimu," adalah ungkapan lain dari, "Aku ingin memberimu sesuatu, aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia… aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin… aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan padamu…" Taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. "Aku mencintaimu" merupakan deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.
Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya, atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam satu situasi: cinta yang tidak terbukti. Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.
Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi sulit. Disitu konsistensi teruji, disitu juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam situasi yang longgar. Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya merasakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain.
Cinta menurut definisi Ibnu Qayyim al-Jauziyah “Tidak ada cinta sebelum ijab kabul diucapkan.”
Cinta antara jiwa dalam hadist Rasulullah, “Jiwa-jiwa itu bagaikan tentara-tentara berbaris rapi; Jika saling mengetahui (mempercayai) mereka akan bersatu, dan jika saling mengingkari, mereka akan berpisah.” (HR. Bukhari)
Selengkapnya...

Suka dengan artikel blog ini, masukkan aja emailnya...

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Komentar terakhir

Info

Agenda forum alumni. Iftor jama'i atau buka puasa bareng insya allah akan diadakan tanggal 12 september 2009 hari sabtu, jam 16.00 s/d selesai. TERIMAKASIH

Silaturrahim

Postingan terakhir

SMK Tasya

Pengujung

 

Followers